Lintongnihuta -Oknum Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbanghasundutan mengaku Penggunaan Anggaran Dana Desa dalam APBDes yang sudah di tetapkan melalui hasil survei harga pengandaan jaringan internet di awal, dan sekejap berubah harganya dalam pelaksaan pembangunan realisasi atau pelaksanaanya.
Perubahan ini diduga kalau Kepala Desa (beberapa Pj) tidak melakukan musyawarah atau pemberitahuan perubahan anggaran pelaksaanaan tersebut dan kuat dugaan terjadi mark up tentang pengadaan internet dalam anggaran dana desa tahun 2021 tersebut.
“Semestinya dalam pelaksanaan penyusunan hingga penetapan APBDes itu selain musyarawah desa dan jika dimungkinkan ada lagi perubahan, maka kepala desa yang bersangkutan harus memberitahukan atau melakukan rapat perubahan item suatu kegiatan, dan ini hampir terjadi di desa lain kalau kita tannya teman-teman yang ada pengadaan internetnya, kami pun mengetahuinya termsuk setelah di tempel baliho informasi desa kita dan termasuk juga sinyal atau jaringan internet itu kerap kali lelet atau lambat hingga tidak maksimal dipakai” ujar salah seorang anggota BPD yang tidak mau namanya disebut.
Disinggung hal ini kepada salah satu kepala desa yang menampung anggaran jaringan internet yakni Desa Nagasaribu 2 yang merupakan salah satu kepala Desa defenitif saat itu, melalui pesan singkat lewat WhatsAap hingga berita ini diterbitkan belum memberikan tanggapan (Senin 07/2). Padahal dalam papan informasi desanya tertera di awal (semula ) terkait internet desa 32.586.419 tetapi berubah menjadi 45.000.000.
Menanggapi hal ini Ketua Umum LSM Karya. Marjo Situmorang menjelaskan, harusnya para Kepala Desa lebih transfaran dalam penggunaan dana desa, selain ada indikasi dugaan mark-up atas perubahan anggaran itu, karena di musdes awal sudah ditetapkan namun pelaksanaan berbeda.
“Sekali pun itu diberitahukan lagi lewat rapat desa, kan sudah menjadi pertanyaan besar, karena di awal rapat mereka sudah melakukan survei sebelum penetapannya, lho kenapa berbeda ? Padahal tentu ada prioritas lain misalnya yang dipangkas jadinya anggarannya menutupi kekurangan penggunaan anggaran internet itu, kenapa tidak dilakukan saja silpa misalnya atau penambahan ke item yang lain semisal dalam pemberdayaan mendukung program pemerintah kita yang saat ini lebih bermanfaat apalagi ketahanan pangan desa, ini ada kesan dipaksakan jadinya kalau begitu, apalagi katanya lagi tidak maksimal jaringannya digunakan sekarang. Nah itu penting baik BPK dan Inspektorat Humbahas menelusuri kebenaran ini, juga perlu dihitung perbedaan anggaran tiap desanya, semisal satu desa yang disebut mencapai 26 jutaan pengerjaannya, berapa sebenarnya jarak dengan desa lain pada tower induk hingga mencapai 40 jutaan anggaranya dan itu juga harus diusut, kalau tak salah sebenarnya kalau di Telkom mengerjakan yang seperti ini bisa hannya 26 jutaan” ujarnya.
Sebagaimana diketahui ada 7 (tujuh) Desa di Kecamatan Lintongnihuta yang merealisasikan pengadaan jaringan internet yakni Desa Habeahan, Nagasaribu 2, Nagasaribu 5, Parulohan, Sigumpar,Sigompul, Bonandolok dan Desa Sitolubahal.
Sementara, Hobby Hutasoit yang mengaku sebagai pihak pengerjaan jaringan internet itu, menjelaskan bahwa harga pemasangan yang mereka tangani saat itu berpariasi dan menjelaskan anggaran itu berbeda beda dari desa yang satu dengan desa lainnya. Hal itu katanya dikarenakan jarak dan transportasi .
“Harganya berbeda beda, di Desa Sigumpar paling kecil, dan saya hannya mengerjakan saja” tandasnya.
Kepala Desa yang saat ini aktif di Desa Sigumpar yang katanya pemik PT Rajawali itu merinci, biaya yang paling rendah yang mereka kerjakan adalah mencapai kurang lebih 26 Jutaan.
(Abed)
Discussion about this post