Kebijakan Bupati Dinilai Langgar Peraturan, 17 Anggota DPRD Simalungun Ajukan Hak Interpelasi
Kabupaten Simalungun I TIPIKOR.NET
17 anggota DPRD Kabupaten Simalungun ajukan hak interpelasi terkait kebijakan Bupati Simalungun yang dinilai melanggar peraturan.
Hal itu diketahui saat 17 anggota DPRD Simalungun ini menggelar Konferensi Pers di Restoran Sobat, Pematangsiantar, Kamis (20/1/2022) sekira pukul 14.00 WIB.
Diterangkan bahwa hak interpelasi ditujukan kepada Ketua DPRD Simalungun, Timbul Jaya Sibarani dan telah diterima Sekretaris Dewan (Sekwan), Pendi Raya Girsang, Selasa (18/1/2022) kemarin.
Dimana maksud hak interpelasi tersebut, meminta keterangan Bupati Simalungun, Radiapoh Hasiholan Sinaga terkait kebijakan-kebijakan Bupati yang terlaksana dinilai telah melanggar peraturan perundang-undangan.
Ada 4 point alasan DPRD Simalungun mengajukan interpelasi yakni SK Pengangkatan Tenaga Ahli agar dicabut, Persoalan Pelantikan Sekretaris Daerah (Sekda), Pemberhentikan18 pejabat Eselon II dinilai tindakan semena-mena dan Pelantikan 22 Pejabat Eselon II serta 50 Pejabat Fungsional dilakukan tanpa mendapat rekomendasi dari Komisi ASN.
Anggota DPRD Simalungun, Mariono menerangkan dasar pihaknya mengajukan hak interpelasi sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014, pasal 159 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa DPRD berhak untuk mengajukan hak interpelasi.
Mariono mengatakan bahwa Surat Keputusan (SK) Bupati Simalungun No.188.45/8125/1.1.3/2021 tentang pengangkatan tenaga ahli tersebut melanggar Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2019, khususnya pasal 102 poin 4 yang menyatakan Staff Ahli Gubernur dan Bupati/Walikota diangkat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi persyaratan.
“Bupati menjadikan posisi jabatan staff ahli hanya sebagai membalas jasa terhadap tim sukses Bupati, bahkan demi balas jasa tersebut, Bupati mampu dan kokoh untuk melanggar perundang undangan yang berlaku,”ujarnya.
Hemat Mariono, hal tersebut menunjukkan bahwa Bupati dinilai bukan pemimpin yang arif dan bijaksana, namun pemimpin yang sifatnya pemuas bagi tim sukses yang berjasa kepada Bupati.
“Selain itu kami menilai, Bupati bukan pemimpin yang profesional namun lebih tepat sebagai pemimpin yang arogan,”katanya lagi.
Masih Mariono, bahwa kebijakan SK Bupati tersebut telah dibahas dalam Paripurna DPRD yang pada akhirnya memutuskan bahwa Bupati harus mencabut SK tersebut, namun pada kenyataan hal itu tidak dijalankan Bupati sampai saat ini.
Penolakan DPRD itu, ucap Mariono dapat dilihat juga dengan tidak disetujuinya oleh Badan Anggaran DPRD Kabupaten Simalungun, untuk menampung Gaji dan kebutuhan lainnya yang diperuntukkan untuk staff ahli.
“Dengan tidak dicabutnya SK tersebut
sampai sekarang kami menilai Bupati tidak menghormati Lembaga Legislatif sebagai Mitra Kerja dalam pemerintahan bahkan cenderung terlihat sepele terhadap Legislatif,”cetusnya.
Mariono mengharapkan harusnya sebagai Mitra Kerja Bupati, dapat menerima usulan dan masukan dari DPRD bukan malah menyepelekannya dan menganggap usulan tersebut sebagai tong kosong yang tak perlu ihiraukan.
Bahkan, Mariono menilai keberadaan staff ahli yang selalu hadir di paripurna DPRD dan duduk sejajar dengan OPD seakan-akan menunjukkan sebuah sikap perlawanan dan bahkan perang terhadap DPRD.
Hal senada diutarakan Anggota DPRD Simalungun, Histony Sijabat mengatakan bahwa Pelantikan Sekda Kabupaten Simalungun tidak sesuai ketentuan perundang undangan no 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintahan no 46 tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Histony Sijabat menjelaskan, salah satu persyaratan menjadi Sekda telah lulus seleksi terbuka menimal 3 orang untuk diserahkan kepada Bupati untuk memilih 1 diantaranya, namun pada kenyataannya hasil seleksi yang dilakukan hanya menghasilkan 1 orang yang dinyatakan lulus seleksi.
“Menurut aturan yang berlaku jika hasil seleksi hanya menyatakan 1 orang yang lulus, perundang undangan menyatakan, seleksi tersebut dinyatakan gugur dan dibuka pendaftaran kembali,”terangnya.
Namun pada kenyataannya, kesal Histony Sijabat, Bupati tetap melakukan pelantikan terhadap hasil seleksi yang salah dan ingin menunjukkan bahwa Bupati merasa kebal dan tidak peduli bahkan terkesan menyepelekan peraturan perundang undangan yang berlaku.
“Bahkan yang lebih parahnya lagi pelantikan Sekda tanpa melalui koreksi dari Pemerintah atasan yaitu, Gubernur Sumatera Utara dan Komisi ASN. Untuk itu kami menghimbau Bupati untuk lebih memahami dan mendalami perintah perundang-undangan yang berlaku di NKRI ini,”sebutnya.
Anggota DPRD Simalungun, Bona Uli Rajagukguk juga mengatakan bahwa kebijakaan Bupati untuk memberhentikan 18 pejabat Eselon II tersebut adalah tindakan semena-mena bahkan cenderung amburadul.
Hal tersebut, ungkap Bona Uli terlihat jelas bahwa pelantikan tersebut dilakukan tanpa mendapat rekomendasi dari Komisi ASN bahkan cenderung terlihat bertolak belakang dari rekomendasi yang dikeluarkan Komisi ASN yang menyatakan melakukan uji kompetensi.
“Namun Bupati malah memanfaatkan dengan licik rekomendasi tersebut untuk memberhentikan ASN dari jabatannya. Kami menilai juga bahwa tindakan tersebut cenderung memaksakan kehendak untuk ambisi yang tidak tentu arah dan bahkan dinilai Nepotisme,”ungkapnya.
Bona Uli menerangkan bahwa kebijakan Bupati tersebut jelas-jelas mencederai Undang-undang no 5 tahun 2014 tetang ASN dan Peraturan Pemerintahan no 11 tahun 2017 tentang menejemen Pegawai Negeri Sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi bebas dari interpensi politik, bersih dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Tindakan Bupati tersebut, hemat Bona Uli, mungkin hanya bertujuan untuk menempatkan orang-orangnya atau pendukungnya sebagai pejabat pimpinan tinggi dalam pemerintahannya dan menyingkirkan ASN yang tidak berpihak kepada kebijakan Bupati.
Masih kata Bona Uli, bahwa Pelantikan terhadap 22 Pejabat Tinggi Pratama dan Sekretaris OPD belum mendapat rekomendasi dari Komisi ASN sesuai dengan Undang undang yang berlaku.
Bona Uli menilai bahwa Bupati terlampau terburu-buru dalam pelantikan tersebut dan bahkan terkesan mengabaikan sikap profesional sebagai Bupati.
“Tujuan kami, murni untuk Simalungun yang lebih baik dan menuju Rakyat harus sejahtera sesuai Visi-Misi Bupati Simalungun, Radiapoh Sinaga,”jelasnya.
“Harapan kami agar Pimpinan DPRD Simalungun segera menjadwalkan hak interpelasi ini di Bamus supaya dilaksanakan rapat Paripurna, apabila tidak juga direspon Bupati, kami akan ajukan hak angket, dan apabila juga nantinya pimpinan DPRD tidak mau mengagendakan di Bamus, kami akan ajukan mosi tak percaya,”tutupnya.
Sekwan, Pendi Raya Girsang saat dikonfirmasi via selulernya, menerangkan bahwa pihaknya telah menerima surat hak interpelasi dan telah dilaporkan kepada Ketua DPRD Simalungun, Timbul Jaya Sibarani.
“Benar, suratnya sudah saya terima dan telah saya laporkan kepada Ketua DPRD, selanjutnya nanti akan dilakukan rapat pimpinan membahas ini,”terangnya singkat.
Adapun 17 anggota DPRD Simalungun tersebut yakni Mariono dari fraksi PDI Perjuangan, Histony Sijabat dari Fraksi Demokrat, Bona Uli Rajagukguk dari fraksi Gerindra.
Irwansyah Purba dari fraksi Demokrat, Aripin Panjaitan dari Fraksi PDI Perjuangan, Maraden Sinaga dari fraksi PDI Perjuangan, Jonson Sinaga dari fraksi PDI Perjuangan, Jasser P Gultom dari fraksi PDI Perjuangan.
Erna Sari Purba dari fraksi Demokrat, Junita Veronika Munthe dari fraksi PDI Perjuangan, Badri Kalimantan dari fraksi Gerindra, Erwin P Saragih dari Fraksi Gerindra.
Jhon Manat Purba dari Fraksi PDI Perjuangan, Andre Andika Sinaga dari fraksi Demokrat, Juarsa Siagian dari Fraksi Gerindra, Ucok Alatas Siagian dari fraksi Nasdem dan Jamerson Saragih dari fraksi Nasdem. (Ary)
Discussion about this post